Saturday, April 24, 2010

Strategi (R)Evolusi Evaluasi Milenium III (30/100)

Catatan: Tulisan lanjutan di bawah ini menanggapi banyaknya e-mail yang menanyakan bukti KADALUARSA paradigma (ilmu) pengetahuan sosial lama (termasuk pula administrasi dan manajemen). (Dengan revisi dan penambahan beberapa kutipan).

Strategi (R)Evolusi Evaluasi Milenium III

(Studi Kasus Kilas Balik: Matinya Ilmu Administrasi & Manajemen)

(Harian RADAR Banjarmasin, Jum'at, 04 Januari 2007)

Oleh: Qinimain Zain

FEELING IS BELIEVING. MENGAJARKAN hal yang salah pada siapa pun adalah sebuah kejahatan (Gerald W. Dimock)

SELASA, 1 Januari 2008, Tahun Baru, dan tahun 2007 sekarang, telah menjadi masa lalu. Inilah mengapa bulan awal tahun bernama Januari, diambil dari nama dewa Janus dalam mitologi Yunani – dewa masa lalu, masa sekarang dan masa datang, digambarkan memiliki muka dua yang menghadap berlainan arah, yaitu depan dan belakang. Sehingga karenanya, pada hari awal tahun selain pesta memuja dewa ini, juga momentum melakukan evaluasi baik-buruk atau dicapai-belum di (masa) tahun lalu untuk rencana lebih sukses di (masa) tahun depan.

Lalu dievaluasi dalam, mengapa di milenium ketiga masih saja seminar dan diskusi, buku dan makalah, ulasan dan kritikan berbagai masalah hasilnya terasa hanya omong melompong, tumpukan kata-kata dan sitegang urat leher saja atau hambar, mengambang dan basa-basi, baik saat menyoroti pemberantasan korupsi, kinerja DPR, penanganan bencana lingkungan hidup, peningkatan kualitas pendidikan, pengelolaan pemerintahan, sertifikasi profesi, kepemimpinan dan lain-lain?

INTI masalah adalah bahwa sedikit orang yang menyadari adanya masalah demikian (John C. Vallentyne).

Bila dievaluasi dalam, jawabnya karena (ilmu) pengetahuan sosial paradigma lama krisis belum memenuhi syarat sebuah sistem ilmiah ilmu pengetahuan, sehingga tidak mampu memahami berbagai fenomena sebagai sebuah keteraturan masa lalu pada masa kini, untuk meramalkan dan merencanakan masa depan. Dan, bukti nyata masalah, ini kutipan beberapa buku pegangan belajar dan mengajar universitas besar (yang malah dicetak berulang-ulang):

Contoh, “umumnya dan terutama dalam ilmu-ilmu eksakta dianggap bahwa ilmu pengetahuan disusun dan diatur sekitar hukum-hukum umum yang telah dibuktikan kebenarannya secara empiris (berdasarkan pengalaman). Menemukan hukum-hukum ilmiah inilah yang merupakan tujuan dari penelitian ilmiah. Kalau definisi yang tersebut di atas dipakai sebagai patokan, maka ilmu politik serta ilmu-ilmu sosial lainnya tidak atau belum memenuhi syarat, oleh karena sampai sekarang belum menemukan hukum-hukum ilmiah itu” (Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, 1982:4, PT Gramedia, cetakan VII, Jakarta).

Juga, “diskusi secara tertulis dalam bidang manajemen, baru dimulai tahun 1900. Sebelumnya, hampir dapat dikatakan belum ada kupasan-kupasan secara tertulis dibidang manajemen. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa manajemen sebagai bidang ilmu pengetahuan, merupakan suatu ilmu pengetahuan yang masih muda. Keadaan demikian ini menyebabkan masih ada orang yang segan mengakuinya sebagai ilmu pengetahuan” (M. Manullang, Dasar-Dasar Manajemen, 2005:19, Gajah Mada University Press, cetakan kedelapan belas, Yogyakarta).

Kemudian, “ilmu pengetahuan memiliki beberapa tahap perkembangannya yaitu tahap klasifikasi, lalu tahap komparasi dan kemudian tahap kuantifikasi. Tahap Kuantifikasi, yaitu tahap di mana ilmu pengetahuan tersebut dalam tahap memperhitungkan kematangannya. Dalam tahap ini sudah dapat diukur keberadaannya baik secara kuantitas maupun secara kualitas. Hanya saja ilmu-ilmu sosial umumnya terbelakang relatif dan sulit diukur dibanding dengan ilmu-ilmu eksakta, karena sampai saat ini baru sosiologi yang mengukuhkan keberadaannya ada tahap ini” (Inu Kencana Syafiie, Pengantar Ilmu Pemerintahan, 2005:18-19, PT Refika Aditama, cetakan ketiga, Bandung).

Lebih jauh, Sondang P. Siagian dalam Filsafat Administrasi (1990: 23-25, CV. Haji Masagung, cetakan ke 21, Jakarta), sangat jelas menggambarkan fenomena ini dalam tahap perkembangan (pertama sampai empat) ilmu administrasi dan manajemen, yang disempurnakan dengan (r)evolusi paradigma TOTAL QINIMAIN ZAIN: The Strategic-Tactic-Technique Millennium III Conceptual Framework for Sustainable Superiority, TQZ Administration and Management Scientific System of Science (2000):

Pertama, TQO Tahap Survival (1886-1930). Lahirnya ilmu administrasi dan manajemen karena tahun itu lahir gerakan manajemen ilmiah. Tahap para ahli melakukan spesialisasi diri pada (ilmu) bidang ini, serta memperjuangkannya diakui sebagai salah satu cabang ilmu pengetahuan.

Kedua, TQC Tahap Consolidation (1930-1945). Tahap ini dilakukan penyempurnaan prinsip (ilmu) administrasi dan manajemen, sehingga kebenarannya tidak terbantah. Gelar kesarjanaan dalam ilmu administrasi negara dan niaga mulai banyak diberikan oleh lembaga pendidikan tinggi.

Ketiga, TQS Tahap Human Relation (1945-1959). Tahap ini dirumuskan prinsip yang teruji kebenarannya. Perhatian para ahli beralih pada faktor manusia serta hubungan formal dan informal apa yang perlu diciptakan, dibina dan dikembangkan oleh dan antar manusia pada semua tingkat organisasi agar terlaksana kegiatan dalam suasana yang harmonis.

Keempat, TQI Tahap Behavioral (1959-2000). Tahap ini penekanan peran manusia semakin penting dalam usaha mencapai tujuan yang telah ditentukan. Para ahli memusatkan penelitian masalah tingkah laku manusia dalam kerja. Perhatian bukan hanya manusia sebagai mahluk hidup yang punya martabat, kepribadian, tujuan dan cita-cita dan keinginan khas, tetapi sudah tingkah laku mengapa manusia bertindak demikian. Tindakan merugikan dan menguntungkan organisasi diselidiki, agar dapat cara menempuh meningkatkan tujuan organisasi lebih efektif, produktif dan efesien.

Kemudian, Sondang P. Siagian menduga, tahap ini berakhir dan ilmu administrasi dan manajemen akan memasuki tahap matematika, didasarkan gejala penemuan alat modern komputer dalam pengolahan data. (Yang ternyata benar dan saya penuhi, meski penekanan pada sistem ilmiah ilmu pengetahuan, bukan komputer).

Kelima, TQT Tahap Scientific System (2000-Sekarang). Tahap ini setelah terjadi (r)evolusi ilmu pengetahuan sosial (tercakup pula administrasi dan manajemen) dengan dirumuskannya syarat keteraturan sistem ilmiah ilmu pengetahuan, dan ditetapkan kode, satuan ukuran, struktur, teori dan hukumnya (sehingga ilmu pengetahuan sosial sejajar dengan ilmu pengetahuan eksakta) (Lihat, Diagram).

KESALAHAN pertama adalah manusiawi, kesalahan kedua adalah kebodohan (Confusius).

Bandingkan, fenomena serupa juga terjadi saat (ilmu) pengetahuan eksakta krisis paradigma. Lihat keluhan Nicolas Copernicus pada masanya: “Ketidaktetapan dalam penyelidikan (astronomis) ini … sehingga mereka bahkan tidak dapat menerangkan atau mengamati panjang yang konstan dari tahun musim. Pada mereka seakan-akan seorang pelukis akan mengumpulkan tangan, kaki, kepala dan anggota-anggota lain bagi lukisannya dari macam-macam model, masing-masing bagian dilukis dengan sangat bagus, tetapi tidak dihubungkan dengan satu tubuh tersendiri, dan karena sama sekali tidak akan cocok satu sama lain, hasilnya akan lebih merupakan monster daripada manusia” (Thomas S. Kuhn, The Copernican Revolution, 1957:138, Cambridge). Juga, Einstein: “Seakan-akan tanah ditarik dari bawah seseorang, tanpa fondasi kokoh yang tampak di mana pun, yang di atasnya ia dapat bangun” (P.A. Achilpp, Albert Einstein: Philosopher-Scientist, 1949:45, Evanston). Kemudian, Wolfgang Pauli: “Saat ini fisika lagi-lagi kacau hingga mengerikan. Bagaimana pun, hal ini terlalu sulit bagi saya, dan alangkah baiknya seandainya saya ini pelawak film atau semacam itu dan saya tidak pernah mendengar tentang fisika”. Lalu, komentar Pauli kurang dari lima bulan kemudian ketika Heisenberg mengemukakan paradigma baru mekanika kuantum. “Jenis mekanika Heisenberg lagi-lagi telah memberikan harapan dan kegembiraan bagi kehidupan saya . yang pasti, ia tidak menyediakan pemecahan bagi teka-teki itu, tetapi saya percaya bahwa telah mungkin lagi bergerak ke depan” (Ralph Kronig, A Memorial Volume to Wolfgang Pauli, 1960:22, 25-26, New York).

KALAU keberhasilan itu hanya terjadi sekali, mungkin kebetulan. Kalau dua kali, mungkin keberuntungan. Kalau itu terjadi tiga kali, berarti luar biasa (Robert M Grant).

Begitulah evaluasi tanda-tanda fenomena sebuah paradigma mengalami krisis (matinya ilmu administrasi dan manajemen) sehingga harus terjadi (r)evolusi oleh paradigma baru agar mampu memahami dan memecahkan masalah yang ada di masa lalu. Dengan kata lain, artinya, selama masih berdasar paradigma lama, tanpa satuan ukuran tak mungkin evaluasi mengukur kinerja DPR, menyoroti pemberantasan korupsi, penanganan bencana lingkungan hidup, peningkatan kualitas pendidikan, pengelolaan pemerintahan, sertifikasi profesi, kepemimpinan atau yang lain. (Dalam ilmu pengetahuan sosial paradigma baru milenium III, saya tetapkan satuan besaran pokok Z(ain) atau Sempurna, Q(uality) atau Kualitas dan D(ay) atau Hari Kerja - sistem ZQD, padanan m(eter), k(ilogram) dan s(econd/detik) ilmu pengetahuan eksakta - sistem mks. Paradigma (ilmu) pengetahuan sosial lama hanya ada skala Rensis A Likert, itu pun tanpa satuan).

Dan, ini adalah pemecahan hitungan lebih dari seratus kali oleh paradigma TQZ menjelaskan dan menjawab berbagai masalah yang ada pada ilmu pengetahuan paradigma lama. Seratus kali lebih!

SEMUA orang mungkin salah, tetapi orang yang baik memperbaiki setelah mengetahui bahwa jalannya salah (Sophocles).

BAGAIMANA strategi Anda?